Wednesday, December 25, 2013

Perpustakaan untuk Rakyat: Dialog Anak dan Bapak oleh Ratih Rahmawati dan Blasius Sudarsono [2012]



Buku ini saya baca setelah menghadiri pertemuan Diskusi Refleksi Akhir Tahun Kepustakawanan Indonesia yang diselenggarakan oleh ISIPII (Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia) dan Kappa Sigma Kappa Indonesia pada hari Sabtu 21 Desember 2013 di kediaman Bapak Blasius Sudarsono. 

Pertemuan ini sekaligus memperingati 40 hari kepergian Ratih, sang anak dalam buku ini. Ratih lahir pada tanggal 4 July 1990 dan meninggalkan kita pada tanggal 12 November 2013. Meski masih muda, buku ini berbicara banyak tentang bagaimana seorang anak muda yang kritis, tangguh dan berani di masa nya. Buku yang ditulis bersama sang Bapak ini adalah buktinya.
Keinginan saya membaca buku ini adalah ingin mengenal lebih jauh sang Bapak, Anak dan sedikit tentang apa yang mereka diskusikan.

Sang Bapak

Secara pribadi, saya mengenal Bapak sejak saya masih mahasiswa diawal era 1990 saat saya masih menjadi mahasiswanya dan berkuliah di PDII LIPI jalan Gatot Subroto no 10, Jakarta.  Pertemuan yang lebih dalam dan intens terjadi sejak 2003 hingga kini. Diskusi, tukar pikiran atau sekadar curhat sering saya lakukan dengannya. Mungkin macam relasi Bapak dan Anak dalam buku ini. Percakapan dan diskusi kami akhirnya menelorkan sebuah  asosiasi independen APISI hingga kini.

Meskipun "Bapak" sudah dikupas pada halaman pertama buku ini, ternyata saya menemukan lebih dalam lagi siapa sosok "Bapak" lebih lanjut dari dialog maupun tulisan bersama ini.

Dalam buku ini sosok Bapak tergambarkan sebagai pribadi yang memiliki pemikiran-pemikiran penting dalam kepustakawanan Indonesia, yang patut diketahui oleh mereka yang berkecimpung didalamnya. 

Saya berhasil menghimpun 17 garis besar atau pokok - pokok pemikirannya (dan sedikit sifat dan karakternya) yaitu:

1. Apa, mengapa dan apa adalah tiga kata tanya yang selalu mennjadi kata kunci mendasar dalam setiap pemikiran dan tidakannya (p.4)
2. Jalan sunyi, berliku, dan mendaki-penuh pencarian dan penantian - penuh rintangan dan harapan, adalah arti dan makna yang menyertai perjalanan dalam dunia kepustakawanan yang sudah dilalui hingga masa pensiunnya tiba (idem, p.73)
3. Sombong (p.9); sinis (krn keadaan) (p.84); a simple librarian (p.122)
4. Baginya, hidup itu harus selalu dijalani dan dinikmati, namun tetap bereksperimentasi (p.19)
5. Selalu berusaha untuk bertransformasi menuju kebaikan (p.20)
6. Menawarkan konsep Perpustakaan untuk Rakyat (idem), yang dibagikan kepada 6 mahasiswa -termasuk Ratih- yang merupakan adaptasi beliau dari Tahta untuk Rakyat dari biografi Sri Sultan  Hamengkubuwono IX (p.72)
7. Pembiasaan berpikir kritis oleh masyarakat sebelum membaca (p.82)
8.Pustakawan adalah init atau fokus dari suatu perpustakaan. Dasar dari perpustakaan adalah pustakawannya (p. 89)
9. Roh pembelajaran sepanjang hayat harus menjiwai hidup perpustakaan dan juga pustakawannya (p.94)
10. Memprovokasi teman-teman di Perpusnas dengan pertanyaan apakah mereka berani mentargetkan tahun 2025 untuk menggabungkan tiga lembaga nasiona: Perpustakaan nasional; Arsip Nasional dan Museum Nasional menjadi SATU LEMBAGA NEGARA (p.95)
11. Dokumentasi berupaya menghimpun dan mengabadikan, jasa infomrasi adalah mendayagunakan himpunan yang dihasilkan (p.96)
12.Proses logis mencapai keahlian tertentu: Belajar -> Melakukan apa yang dipelajari -> meneliti dan Mengembangkan -> Mengajar hasil Litbang (p.97)
13. Pustakawan haruslah berperan sebagai pemimpin ..dia harus menjadi aktor atau aktris(p.123)
14. Kepala [pen-perpustakaan] harus mempunya kemampuan melihat (mata); harus punya kemampuan mendengar (telinga); harus punya kemampuan mengecap atau merasakan rasa (lidah) dan harus mempunyai kemampuan mengenal bau (hidung) (p.124)
15. Baginya, pustakawan sejati bukan hanya karena pendidikan, namun adalah mereka yang memiliki dan mau melaksanakan kepustakawan (p.125; 129)
16. Kepustakawanan menurut beliau adalah: 1. Panggilan hidup; 2. semangat hidup; 3. karya pelayanan dan 4. yang dilakukan secara professional (p.130; p. 131)
17. Lima sila dasar kemampuan seorang pustakawan adalah 1. berpikir kritis; 2. kemampuan membaca; 3. kemampuan menulis; 4. kemampuan kewirausahaan; 5. berlandaskan etika (p131)


Sang Anak
Saya tidak mengenal Ratih sedalam saya mengenal Bapak. Pertemuan dengannya seingat saya terjadi saat Bapak mempanelkan kami dalam sebuah Kuliah umum terbuka di PDII LIPI Jakarta, yang saat itu membicarakan kepustakawanan di tiga generasi, Bapak, Ratih dan saya.

Dalam halaman pembuka, sosok Ratih sang anak digambarkan sebagai pribadi muda yang masih mencari proses jatidiri untuk menjadi seorang pustakawan.(p.3)  Ia mempunyai kemauan yang kuat untuk mempelajari dan memahami kepustakawanan , serta tanggung jawab pribadi dalam menyelesaikan studi (idem).

Di bawah ini adalah pokok-pokok pemikiran yang dapat saya ambil dari bukunya:

1. Mulai mempertanyakan apa itu perpustakaan ketika ada yang bertanya apakah itu sama dengan Taman Bacaan (p. 9)
2. Mempunyai pemahaman bahwa perpustakaan adalah tempat untuk membaca dan memijam buku (p.11)
3. Menurutnya, kunjungan masyarakat ke perpustakaan disebabkan karena mereka membutuhkan, tertarik atau juga keberhasilan perpustakaan menarik masyarakat menggunakan layanana yang disediakan (p.13)
4. Berlogika bahwa pustakawanlah yang harus lebih dulu mencintai perpustakaan, namun merasa terpaksa dan galau untuk menjadi pustakawan meski studi di sekolah perpustakaan (p. 14)
5. Mempertanyakan minat baca dengan TBM, menganggap bahwa perpustakaan itu tempat ekslusif dan sukar diakses masyarakat umum sedangkan TBM lebih luwes karena informal (p. 17)
6. Menghabiskan 3 minggu untuk mengadakan observasi di tiga TBM di Yogya dan mengatakan bahwa studi ko-eksistensi Perpustakaan dan TBM untuk upaya menyinergikan keduanya perlu dilakukan secara lebih cermat, emdalam dan komprehensif (p.66)
7. Merasa senang jika ada pihak lain yang dapat memanfaatkan [pen-laporan] itu untuk studi mereka (p. 69)

Sang Bapak dan Sang Anak


Keduanya menghasilkan sebuah skema yang menggambarkan sinergi seperti yang dimaksud Ratih diatas:

Diagram Sinergi TBM dan Perpustakaan (p. 143)
 
 
Diakhir buku pada halaman 155, sebuah diagram konsep Perpustakaan untuk Rakyat dibuat, memberi gambaran yang jelas tentang makna sinergi perpustakaan dan TBM untuk menuju Perpustakaan Untuk Rakyat.
 

No comments:

Post a Comment