Saturday, September 17, 2011

Madre by Dee [2011]

Setelah terpesona dengan cerita Perahu Kertas-nya Dee beberapa waktu lalu, saya terdorong untuk membeli buku Madre ini. Meskipun, awalnya saya berharap buku ini merupakan karya cerita utuh Dee - seperti Perahu Kertas tadi-, tapi saya tetap ingin membaca kumpulan tulisannya dalam buku ini.

Ada tiga belas tulisan yang terangkum dalam buku ini. Kisah-kisahnya berkisar dari cerita warisan tiba-tiba [Madre]; cinta ibu dan anak yang dikandungnya [Rimba Amniotik]; kupasan tentang perempuan [Perempuan dan Rahasia]; pengujian cinta yang datang tiba-tiba dan persahabatan [Have you ever?]; konsep tentang cinta dan Tuhan [Semangkok Acar untuk Cinta dan Tuhan]; konsep alam dalam refleksi pribadi [Wajah Telaga dan Tanyaku pada Bambu]; perayaan cinta pada pasangan[33]; cinta yang tidak terwujudkan [Guruji]; waktu, hati dan doa [Percakapan di Sebuah Jembatan]; potret hidup modern pria dan wanita serta percintaannya [Menunggu Layang-layang] serta tulisan terakhir yang lagi-lagi tentang cinta [Barangkali Cinta].

Madre merupakan sebuah cerita unik yang menarik pembaca ke masa kecilnya. Mungkin cerita ini tepat bagi generasi yang masa remajanya adalah tahun 1980-an. Tentang sebuah produk roti khas yang mungkin saat ini masih bertahan ditengah-tengah persaingan bisnis bakery yang sangat ketat. Seperti juga dikisahkan dalam cerita ini, bagaimana warisan usaha bakery yang sedang mati suri, harus dibangkitkan lagi dengan sumber daya kaum lansia yang masih memiliki semangat yang tinggi serta kepercayaan dan loyalitas yang tidak pernah pudar pada produk roti yang telah dirintis sejak lama ini. Madre adalah biang roti, yang tidak pernah habis dan merupakan induk untuk menghasilkan produk roti yang beragam. Dee dengan terampil mengemas karakter para tokoh dengan semangat berbisnis serta menyelipkan kisah romans di penghujung ceritanya.

Cerita berjudul 33 mengingatkan saya pada seri Selamat 33 hasil karya Andar Ismail, yang memuat kumpulan 33 tulisan tentang satu topik kehidupan rohani Kristen. Alasan Andar memilih angka 33 adalah juga karena Kristus menghabiskan waktu hidupnya di dunia sebelum Ia mati, disalib dan bangkit kembali. Seperti juga yang ditulis Dee:

Mereka bilang, pada usia 33 Yesus mencapai Kesadaran Kristus, saat ia merelakan nyawanya demi kebenaran sejati [hal.109]

Magic of 33.


Sebuah cerita yang unik tentang Cinta dan Tuhan dalam Semangkuk Acar untuk Cinta dan Tuhan, yang dikemas dalam bentuk tanya jawab dengan wartawan juga merupakan tulisan favorit saya. Dalam satu penjelasannya, si Aku mengupas bawang acar hingga habis. Jelas konsekuensinya adalah mata yang perih hingga berlinangan air mata.

"Inilah cinta. Inilah Tuhan. Tangan kita bau menyengat, mata kita perih seperti disengat, dan tetap kita tidak menggenggam apa-apa". Sambil terisak, yang bukan karena haru bahagia atau haru nelangsa, lagi aku berkata," Itulah cinta. Itulah Tuhan. Pengalaman, bukan penjelasan. Perjalanan, bukan tujuan. Pertanyaan, yang sungguh tidak berjodoh dengan segala jawaban." [hal. 103]

Saya suka bagian itu.

Secara menyeluruh, tulisan yang singkat-singkat ini ternyata membawa sebuah makna yang tidak cetek. Menghibur, tapi juga membawa pada pertanyaan-pertanyaan hidup yang bagi sebagian orang yang mengalaminya bisa berkata: "bener banget lo Dee.."