Sunday, September 13, 2015

Soekarno Kuantar ke Gerbang oleh Ramadhan K.H (2014)

soekarno depan resize
http://bentangpustaka.com/soekarno-kuantar-ke-gerbang/
Melanjuti keingintahuan saya sebelumnya, saya memutuskan untuk membaca buku ini. Review buku-buku tentang Soekarno sebelumnya, ada di sini.

Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Pustaka Sinar Harapan pada tahun 1988, dan buku yang saya baca ini diterbitkan oleh Penerbit Bentang tahun 2014.

Nah, ketika membaca buku ini, film yang pernah saya tonton karya Hanung Bramantyo itu seolah berputar lagi diotak saya. Di film, Inggit melempar piring hingga melukai dahi Kusno. Di buku ini, Inggit membantingnya tanpa melukai Kusno. Baru kali itu, tergambar bagaimana emosinya Inggit. 

Selama membaca buku ini, Inggit tergambarkan sosok wanita yang lemah lembut, setia melayani suaminya, memanjakan suaminya, gigih mencari tambahan untuk ekonomi keluarga, terlebih saat Kusno dijebloskan ke penjara.

Sebagai perempuan, barulah saya dapat merasakan mirisnya seorang Inggit yang akhirnya dicerai oleh Kusno (panggilan Inggit pada Bung Karno), karena permintaannya sendiri. Alasannya, Inggit pantang dimadu. Kusno yang saat itu berumur 40 tahunan, menginginkan keturunan dan berniat menikahi Fatmawati. 

Memang usia Inggit sudah tidak muda lagi pada masa Kusno sedang berada pada usia gagah nya seorang lelaki. Inggit berada dalam situasi yang semuanya diluar kendalinya. Dari pernikahan sebelumnya pun ia tidak dikaruniai anak. Ia menyadari akan hal itu. Ia menyesalkan mengapa niatan Bung Karno untuk ingin mempunyai keturunan langsung baru diungkapkan saat mereka telah mengarungi rumah tangga selama 20 tahun. Wajar ya, pertanyaannya. Namun, hati Bung Karno telah tertambat pada Fatmawati. Sesuai dengan keinginan Inggit, Kusno menceraikannya dan mengembalikan Inggit ke Bandung.

Buku ini menggambarkan sosok Bung Karno dan perjuangannya dari mata seorang istri yang dekat dengannya. Sekaligus menunjukkan peran Inggit yang begitu luar biasa bagi Kusno.

Dalam sambutannya, Tito Zeni Asmara Hadi, (dugaan saya ia adalah putra dari Asmara Hadi dan Ratna Djuami-anak angkat Kusno-Inggit) mengatakan bahwa:

Inggit menempa Soekarno menjadi pemimpin dan menemannya di dalam perjuangan untuk mewujudkan cita-citanya menuju Indonesia merdeka, itulah darma hidupnya (hl. ix)

Inggit mengenal benar suaminya bahkan buku-buku yang dibacanya.

aku hafal, buku-buku itu adalah bacaan Kusno (hal. 130)

Dari sini juga nampak bahwa Sukarno juga paham benar apa yang dibacanya.

Hakim Belanda...."apakah Tuan bisa menyebut contoh dalam sejarah, satu revolusi tanpa kekerasan, tanpa pertumpahan darah?" 
"Ada" jawab Soekarno dengan nada tandas, "yaitu The Glorious Revolution, pada 1668, ketika rakyat Inggris mendapatkan parlemennya yang pertama. Revolusi itu terjadi tanpa pertumpahan darah (hal 163-164)

Sedikit banyaknya, Inggit menceritakan juga bagaimana romantisnya seorang Sukarno memperlakukan dirinya. Ia merangkai bunga melati untuk sanggul Inggit.

Waktu itu aku sedang menyisir rambutku yang hitam lagi berombak. Aku duduk di depan kaca hias, sedang suamiku yang dikenalnya hanya di mimbar-mimbar dan memberikan wejangan dan berpidato berapi-api, saat itu duduk di tempat tidur sambil merangkai bunga melati untukku, untuk sanggulku. (Lasmidjah, Ketua Partindo Cabang Trenggalek) (hal.244)

Sampai tiba saatnya Inggit mengucapkan Selamat Jalan dan mendoakan mantan suaminya itu selamat.

'Bukankah kita berdiri di muka gerbang zaman baru setelah menempuh perjalanan panjang, yang bukan jalan bertabur bunga?!' (hal.405)

Hati saya sedih dan seolah ikut berdiri berpihak pada Inggit.