Monday, March 17, 2014

Ir Sukarno: Mengenalnya melalui Film dan Buku-buku

FIlm Soekarno Garapan Hanung Bramantyo (2013)

Berangkat dari menonton film berjudul Soekarno yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo, saya jadi penasaran dengan kepribadian Soekarno lebih jauh lagi.  Agak terlambat sih, after more than  40 years, baru sekarang penasarannya. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, pikir saya membenarkan diri sendiri:)

Meskipun tidak secara khusus mendalami kepribadian atau sepak terjang Soekarno sebelumnya, film ini sepertinya tidak memenuhi ekspektasi saya tentang pribadi Soekarno yang ada di bayangan saya sebelum nonton.  Saya kurang sreg  dengan adegan-adegan yang kelihatannya justru menunjukkan pribadi Soekarno yang lemah. Misalnya, ada scene dimana Soekarno diminta untuk bergaya saat difoto oleh orang Jepang dengan latar belakang orang-orang Indonesia yang sedang bekerja romusha, bahkan ada potongan gambar yang menunjukkan seorang laki-laki yang sudah tidak berdaya dengan luka-luka dimukanya kemudian dimasukkan begitu saja ke dalam gerobak dengan kepala tergantung ke bawah, dan Soekarno hanya menatap diam. Ngak mungkin Soekarno begitu.

Selain itu, ada pula saat Soekarno berada di kompleks rumah bordil, dengan satu truk yang memuat perempuan-perempuan panggilan untuk para tentara Jepang.  Setelah itu tertangkap kesan betapa kasar dan buasnya tentara-tentara Jepang itu memperlakukan perempuan-perempuan panggilan itu dengan terdengarnya teriakan-teriakan ketakutan mereka. Soekarno berada di situ, dan terdiam.  Oke lah. Itu pertengahan film, saya masih berharap keperkasaan dan kepahlawanan Soekarno akan terungkap di akhir film.  Saya tetap tidak menangkap kesan itu, setelah melewati scene proklamasi RI.   Gambaran Bung Karno yang berapi-api dan memancarkan karisma yang kuat, sama sekali tidak terpancar dari film ini.

Harapan saya, setelah nonton film ini saya akan pulang dengan kesan betapa luar biasanya Presiden pertama RI. Tidak, saya tidak dapatkan itu.  Hal yang saya dapatkan adalah bagaimana pesona Soekarno cukup membuat para perempuan ‘klepek-klepek’. Hanya itu? Saya protes dan tidak terima...
Keesokan harinya, saya hunting buku-buku tentang Ir. Soekarno.

Saya menemukan empat buku tentang Soekarno. Saya sudah tidak sabar mengetahui lebih jauh tentang siapa Presiden saya yang pertama ini, dan saya temukan buku-buku yang (tampaknya) mudah dilahap. Saya menemukan banyak hal dari pribadi dan kehidupan Soekarno yang begitu dalam dan membanggakan. Jauh dari kesan yang saya terima dari film yang saya tonton.  Saya hanya mengangkat sedikit saja dari banyak hal itu dari ke-tiga buku-buku tersebut. Banyak kutipan yang akhirnya saya ambil dari buku-buku tersebut. Satu buku yaitu Bung Karno: Sang Singa Podium (2013) karya Rhien Soemohadiwidjojo tidak banyak saya ungkap ditulisan ini, karena bukunya menunjukkan kedalaman makna dari pidato-pidato yang disampaikannya.

Soekarno: pembaca, penulis and pembelajar

 Hal pertama yang sudah merebut perhatian saya adalah Soekarno adalah pembaca yang rajin.  Di film kesan ini tampak saat ia sedang mendekati Fatmawati, dengan menunjukkan beberapa buku untuk dibacanya.  Setiadi (2013) mengungkapkan bahwa ia [Soekarno-pen] menunjukan komitmennya dalam belajar. Ia banyak membaca buku dan terus membacanya hingga kemudian paham (p.43).  Lebih lanjut Soekarno digambarkan sebagai sosok yang tidak pernah mengesampingkan kesempatan membaca buku. Baginya, buku adalah harta yang tak ternilai. Dengan membaca buku dunia seperti dalam genggaman (p.44).  Dimata Tjokro, Soekarno adalah anak muda yang sangat cerdas, potensial dan penuh keseriusan dalam belajar….salah satu bakat potensial yang dikagumi Tjokro dari diri Soekarno ialah kegemarannya menulis. (p.39).

Herman Kartowisastro, kawan bung kArno di masa kecil dan kawan saat bersekolah di HBS, pernah mengenang tentang semangat belajar Bung Karno: Ia seorang yang pandai dalam segala bidang, seorang all-around, seorang jenius. Semua mata pelajaran, baik bahasan sejarah maupun ilmu pasti atau ilmu lainnya, dikuasainya, diganyangnya mentah-mentah. Pun dalam bidang melukis dan menggambar. Ia menunjukkan bakatnya. (43-44)

Bahkan lebih jauh lagi ada kutipan dari apa yang pernah diucapkan oleh Soekarno bagaimana ia memandang buku dalam hidupnya: ” Aku mencari hiburan di lapangan lain, aku meninggalkan dunia yang fanan ini masuk ke dalam dunia yang lebih abadi, lebih besar, lebih mulia, lebih berisi yaitu alamnya, alamnya akal, alamnya batin (the world of mind)…aku baca buku-buku tatkala kawan-kawanku pemuda hanya mengetahui kitab-kitab dari sekolahnya saja, aku telah membaca di luar sekolah itu” (Setiadi, 2013:44-45). Dapat dibayangkan bagaimana wawasan sang Presiden saat itu, bagaimana kesenangannya membaca buku yang terus meningkat, terbayang, bagaiman Bung Karno dan buku demikian menyatu.

Soekarno merasa tidak tentram melihat penjajahan yang dialami bangsanya.  Karisma yang dimilikinya ditambah dengan kemampuan komunikasi verbal khususnya public speaking, saat berbicara di depan orang banyak, maupun komunikasi tertulis lewat tulisan-tulisannya di media massa, mampu memicu semangat rakyat Indonesia untuk bangkit melawan penjajah.  Tentu saja, pemerintahan Belanda melihatnya sebagai ancaman. Bagaimana tidak, tema-tema pidato Soekarno menurut Soemohadiwidjojo (2013) berkisaran pada mengobarkan semangat nasionalisme, semangat persatuan, dan menaikkan harga diri sebagai suatu bangsa (p.55).

Darimana sumber-sumber bacaan itu diperolehnya? Di Ende, tempat pembuangan Soekarno oleh Belanda, ia berkawan karib dengan para pastor, diantaranya Pastor Huijtink, Pastor Bouma dan Pastor johannes Van der Heijden.  Pastor-pastor ini memberi kunci ruangan mereka kepada Soekarno dengan maksud agar Soekarno bisa membaca buku-buku di perpustakaan pastor, kapan saja ia inginkan (de Jonge, 2013:17-18)

Soekarno: sang guru

Dalam buku yang ditulis oleh de Jonge, ada hal menarik yang sebetulnya bisa diambil hikmahnya.  Tentang pelajaran Sejarah. Pelajaran IPS yang banyak mengupas Sejarah di kelas 4 SD, saya peroleh dengan nilai 4 di raport.  Sekiranya guru-guru Sejarah saya saat itu belajar tentang cara mengajar Soekarno bahwa Sejarah bukan melulu menghafal peristiwa, nama dan tahun, mungkin saya akan menjadi mahasiswa dan lulus dari jurusan Sejarah saat ini.  Bung Karno berkata" Aku memberikan alasan mengapa ini dan itu terjadi. Aku memperlihatkan peristiwa-peristiwa sejarah secara sandiwara. Aku tidak memberikan pengetahuan secara dingin dan kronologis.  Ooo tidak, Sukarno tidak memberikan hal semacam itu...Aku mengayunkan tanganku dan mencobakannya. Kalau aku bercerita tentang Sun Yat Sen, aku betul-betul berteriak dan memukul meja". (de Jonge,2013:66-67)
Namun, jaman itu, dengan gaya berapi-api bak orator dan bukan guru pada umumnya, Soekarno justru dianggap gagal dan dipecat sebagai guru oleh Belanda (p.69)


Soekarno: dan perempuan-perempuan yang dicintainya

Salah satu aspek yang selalu menjadi perbincangan dalam membicarakan Presiden pertama RI ini adalah para perempuan yang ada disekitarnya. Rinto (2013:55-96) berhasil membahas istri-istrinya dalam bukunya The Love Story of Bung Karno:

1. Oentari 21-23
2. Inggit G 23-43
3. Fatmawati 43-52
4. Hartini 52-70
5. Kartini Manopo 59-68
6. RSD 62-70
7. Haryati 63-66 (Soemohadiwidjojo 62-66)
8.Yurike Sanger (64-68)
9.Heldy Djafar (66-69)
10. Amelia Amantea de la Rama – bintang film Filipina (Soemohadiwidjojo: 44)


Selain istri-istrinya serta Ibunda nya yang mempunyai peran besar dalam kehidupan Soekarno, ada seorang perempuan lain yang juga memberi pengaruh besar dalam pribadi Soekarno. Ia adalah Sarinah. Sarinah adalah pengasuh Kusno kecil (Kusno adalah nama kecil Soekarno). Sebenarnya Sarinah adalah pembantu ibunda Soekarno, namun diakui Soekarno bahwa dari beliaulah ia menerima banyak rasa cinta dan kasih, serta pelajaran mencintai orang lain (Rinto, 2013:30).  Lebih lanjut setelah kemerdekaan, Soekarno memberikan kursus pada wanita. Soekarno mengajarkan peran wanita dalam berjuang dan berpolitik serta mengajarkan bahwa menjadi wanita bukan berarti harus selalu berada di belakang pria.  Kumpulan materi kursus ini kemudian dibukukan [dan diberi judul] Sarinah, Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoeangan Repoeblik Indonesia. (p.31)


Soekarno: sifat serta pandangan-pandangannya

Dalam pidato-pidatonya, Soekarno sendiri mengukuhkan pandangan bahwa Pancasila adalah kepribadian dan jati diri bangsa yang oisinal digali dari bumi Indonesia. Menurutnya, jika ditarik satu kesimpulan besar, maka inti dari seluruh gagasan Pancasila adalah gotong royong (Rinto,2013:25)

Sukarno bukanlah komunis.  Kalimat Sukarno mengungkapan," Jangan mengira baha Marxisme itu harus komunisme. Tidak...! Marxisme adalah satu denk-methode, suatu cara pemikiran.  Cara pemikiran untuk mengerti perkembangan bagaimana perjuangan harus dijalankan, agar bisa tercapai masyarakat yang adil."  Bung Hatta sediri juga tidak mengingkari kalau beliau juga menggunakan metode pikir Marxist dalam menganalisa masalah ekonomi (de jonge, 2013:19)

Menurut banyak pihak, saat itu kekuatan Soekarno untuk memukul Soeharto sebenarnya sangat memungkinkan. Tapi nyatanya, Soekarno menolak untuk mengikuti saran bawahannya. Soekarno hanya memerintahkan bawahannya untuk menghalangi-halangi upaya agar jangan sampai berkembang jauh. Soekarno tak mau terjadi huru-hara, apalagi sampai melibatkan tentara. Perang saudara, menurut Soekarno, adalah hal yang ditunggu-tunggu pihak asing (kaum kolonial yang mengincar Indonesia) sejak lama. Begitu perang saudara meletus, pihak asing, terutama Amerika Serikat dan Inggris, akan mengirimkan pasukan mereka ke Indonesia dengan alasan menyelamatkan fasilitas Negara mereka. (Rinto, 2013:29)

Begitulah, Soekarno yang pemaaf dan yang sangat mencintai persatuan.  Beberapa kali Soekarno membebaskan dan merehabilitasi musuh politiknya, seperti pilot Maukar, Mr Syafruddin Prawiranegara, Kolonel Ahmad Husen, Tan Malaka dan Sutan Sjahrir (p.29)

Soekarno: sosok-sosok besar yang berpengaruh dalam hidupnya

Sang Nenek memberi kebudayaan Jawa dan Mistik; 
Sang Bapak: Theosofisme dan Islamisme
Sang Ibunda: Hiduisme dan Buddhisme
Sarinah: Humanisme
Pak Tjokro: Sosialisme
Kawan-kawannya: Nasionalisme
Sun Yat Sen tentang Ekonomi
Gandhi: tentang kebaikan
Karl Marxiame dan Thomas Jeffesonisme dipelajari dan direnungkannya sendiri.
(Rinto, 2013:31)

Catatan:
Ada kisah-kisah yang mempunyai kemiripan dari satu buku dan lainnya, namun buku karya Walentina Waluyanti de Jonge mempunyai sudut pandang berbeda dalam memperkaya pengetahuan tentang Soekarno.  Beliau adalah sejarawan yang melakukan studi tentang sejarah di Indonesia, kemudian juga melakukan studi tentang Soekarno di Belanda dengan menggunakan literatur yang saling memperkaya dari dua negara. Di buku ini juga dikupas tentang Westerling, termasuk catatan tentang tereksposnya pengakuan Westerling bahwa dia bertanggung jawab atas kekisruhan di Makassar yang baru terbuka tahun 2012.
Buku ini patut dibaca.

Referensi:

de Jonge, Walentina Waluyanti. (2013). Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen. Sukarno Undercover. Yogyakarta: Galang Pustaka.

Rinto, Ipnu. (2013). The Love story of Bung Karno: Jalan Cinta Sang Presiden.Yogyakarta: Buku Pintar.

Setiadi, Andi. (2013). Soekarno Bapak Bangsa: sebuah biografi inspiratif lengkap. Yogyakarta:Palapa.

Memang Jodoh oleh Marah Rusli (2013)

Istrinya tunggal, hanya seorang yaitu Nyai Radin Asmawati. 
Tak ada yang lain
(hal.216)

Pertama kali melihat buku ini di toko buku, saya kaget. Bagaimana mungkin, Marah Roesli menerbitkan buku baru? Penasaran saya buka halaman pembuka buku ini, dan ternyata tertulis dalam wasiatnya bahwa buku ini boleh diterbitkan jika para tokoh yang terlibat dalam buku ini sudah meninggal. Meskipun tidak diakui secara langsung bahwa buku ini merupakan autobiografi Pak Marah, namun ada anggapan bahwa tokoh utama, Hamli adalah sang penulis buku ini.

Hal yang menarik bagi saya adalah kebulatan sikap tokoh Ramli untuk menolak segala bentuk adat istiadat kampung halamannya, Sumatra Barat dalam urusan pernikahan.  Ramli berpegang teguh untuk hanya memiliki satu istri dan keteguhan itu terbukti hingga ia tua dan beranak cucu.  Segala bentuk usaha sanak keluarga untuk menjodohkan dengan perempuan Minang setelah pernikahannya, berhasil ditampiknya.

Sebagai perempuan, tokoh Ramli adalah tokoh idola. Teguh berpendirina dengan siap menerima konsekuensi yang harus dihadapinya. Terus berjuang melawan adat istiadat yang dianggapnya tidak sejalan dengan prinsip hidupnya dan dengan demikian, ia telah menaruh perempuan sebagai mahluk yang patut dicintai sepenuh hati, jiwa dan raga hingga maut memisahkan.

Setelah membaca buku ini, dahaga saya terhadap buku-buku sastra menjadi-jadi.
Ingin sekali membaca tulisan-tulisannya yang baru...

Ah...

Hamli segera membalas surat bundanya itu dengan mengatakan bahwa dia masih tetap memegang teguh pendiriannya untuk tidak beristri lebih dari seorang. 
Dimasa datang, dia tak akan mengubah pikirannya ini....
(hal. 392)