Wednesday, February 16, 2011

Five Minutes' Peace by Jill Murphy (1986)

Saya membaca buku bergambar ini karena tergerak dengan komentar seorang guru yang membawa buku ini masuk ke office kami dan bertanya mengapa buku baby ini ada di secondary library? Guru itu menghampiri manager perpustakaan kami. Manager perpustakaan mengatakan bahwa buku ini ada untuk para orang tua yang ingin membacakan cerita untuk anak-anaknya saat mereka menunggu di sini. Saya tambahkan bahwa buku ini ada karena buku ini kami kategorikan sebagai salah satu koleksi (Picture Books for Older Reader). Artinya, buku bergambar bukan hanya untuk anak-anak kecil, tapi ada juga untuk anak-anak besar.

Buku ini tentang Mrs Large (seekor gajah) yang mempunya tiga orang anak, yang sudah bisa dibayangkan betapa heboh kelakuan anak-anak ini dan tentu saja...ribut. Suatu pagi ia mendapatkan ruang makannya yang berantakan dengan makanan yang berserakan di mana-mana. Mrs Large memutuskan untuk pergi ke bath room untuk menikmati lima menit waktu tenang dari anak-anaknya.

Namun ketenangan ini tidak lama sampai satu per satu anaknya masuk dan ingin mempertunjukkan hal yang menarik perhatian mereka kepada Ibunya. Kemudian berakhir dengan ketiga anaknya bergabung dengan sang Ibu dalam bathtup

Tidak habis ide, Mrs Large keluar dan menuju dapur dengan niatan ingin mendapatkan lima menit waktu tenang dari anak-anaknya.


Namun, ketenangan ini hanya bertahan selama 3 menit 45 detik sebelum anak-anaknya bergabung dengannya lagi.

Ini buku ibu-ibu banget ya. Betapa berharganya waktu tenang bahkan hanya lima menit untuk bisa tenang menikmati me time
Buku ini bisa dinikmati oleh anak-anak dan juga oleh para Ibu yang mengalami yang yang tidak jauh berbeda dengan Mrs Large. Lima menit waktu tenang.

First published 1986 by Walker Books ltd, London
This edition published 2006.

Ranah 3 Warna by A. Fuadi (2011)

Buku kedua dari trilogi Negeri 5 Menara.

Man shabara zhafira: siapa yang bersabar akan beruntung [hal.132]

Sama seperti buku pertama, Negeri 5 Menara, buku ini membawa inspirasi dan membakar semangat berjuang pembacanya. Bersama Alif, tokoh utama buku ini, pembaca dituntun tanpa ada kesan diajari atau digurui, bahwa setiap masalah; sandungan atau problema apapun dalam hidup ini, bukan alasan untuk berhenti melainkan harus tetap maju mengejar tujuan. Perjuangan UMPTN memperebutkan kursi di perguruan tinggi negeri, menggondol beasiswa ke Kanada-tempat ia belajar menjadi wartawan di televisi lokal- hingga akhirnya bisa menyelesaikan kuliah termasuk belajar menulis dari senior yang galak, tegas tapi jago nulis, dilewati Alif dengan penuh semangat, perjuangan dan ...kesabaran. Man shabara zhafira, ajaran yang ia peroleh saat belajar di PM.

Dari semua daya usaha yang membuahkan keberhasilan, hanya satu hal yang tidak tercapai olehnya, memenangkan cinta Raisa. Surat cinta yang sudah dipersiapkan dua tahun sebelumnya, untuk diserahkan saat wisuda, terpaksa dibatalkan. Mengapa? karena Raisa telah dipinang sahabatnya sendiri. Hmmm...berbeda dengan perjuangan sekolah dan hidupnya, hal yang berkaitan dengan perasaan ini adalah sesuatu yang tidak bisa diprediksi bukan? Lepas dari itu, rasanya Indonesia butuh banyak Alif-Alif muda yang pantang mundur, semangat dan percaya diri untuk membangun bangsa.

Ranah 3 Warna mengungkap tiga tempat Alif mengukir sejarah perjuangan hidupnya: Bandung, Amman (Yordania) dan Quebec (Kanada). Buku ini merupakan bacaan ringan yang menghibur dengan selingan humor segar apa adanya tanpa dibuat-buat tapi tetap sarat makna dan enak dibaca.